Aliran Rasa
Sebelum kenal dengan Ibu Profesional, saya adalah seorang ibu mantan pekerja yang sedang bingung untuk menentukan arah aktualisasi diri. Saya bersyukur, fase-fase pascaresign yang lumayan menguras emosi dan fisik, membawa saya kepada Ibu Profesional.
Sejak SMA, saya sangat suka berkegiatan. Kala itu saya mengikuti beberapa ekstrakurikuler di sekolah untuk menyalurkan minat dan bakat serta mengisi waktu luang. Pun di bangku kuliah, hingga di akhir masa penyusunan skripsi, saya tetap semangat mengikuti kegiatan baik di internal kampus maupun eksternal. Pada saat itu saya bergabung dengan salah satu komunitas social entrepreneur di Jakarta yang kini sudah berkembang menjadi yayasan. Komunitas itu mostly terdiri dari perempuan dan hampir semuanya memiliki kepribadian yang sangat positif, semangat yang memancar, dan keakraban yang erat satu sama lain. Dari komunitas itu saya juga mendengar nama Ibu Septi Peni Wulandani, namun saat itu gaung Ibu Profesional belum menyentuh saya. Mungkin karena saya masih senang berpetualang dalam dunia anak muda, dan belum sedikitpun terpikirkan untuk menyiapkan diri menjadi istri dan ibu.
Tahun berlalu, saya memutuskan untuk menyudahi karir di Kantor Akuntan Publik dan beralih kepada karir di rumah. Saat itu saya sangat percaya diri bahwa semua akan baik-baik saja. Ya, semua memang baik-baik saja, kecuali diri saya sendiri. Perubahan ritme hidup, isu inner child, post power syndrome, dan kehilangan sarana aktualisasi diri pelan-pelan memadamkan api semangat dalam diri saya. Bahkan hingga satu tahun berlalu pun, saya belum menemukan hal apa yang bisa kembali menyalakan api itu seperti sediakala. Makin lama saya makin bingung dan frustrasi dengan hari-hari yang terasa santai dan monoton—jika dibandingkan dengan hidup saya sebelumnya. Saya rindu berkumpul dengan teman-teman yang semangatnya menular dan memancarkan aura positif.
Karena itu, kalau di tahun-tahun sebelumnya saya selalu santai jika terlewat tanggal pendaftaran Ibu Profesional, di tahun 2019 saya betul-betul niatkan. Pokoknya tahun ini nggak boleh terlewat! Kenapa? Sesimpel karena saya butuh. Saya butuh sarana belajar dan berkumpul dengan orang-orang yang menyebarkan positive vibes. Dan alhamdulillah batch #8 ini rezeki saya, nggak terlewat pendaftaran lagi dan bisa mengikuti semua prosesnya hingga hari ini.
Seperti yang saya pernah ceritakan di post sebelumnya, saya mengikuti 2 komponen dalam Ibu Profesional yaitu komponen Komunitas dan komponen Institut. Tujuan awal saya adalah saya ingin mendapatkan ilmu dan arahan yang tepat, untuk mengobati kebingungan saya selama ini. Namun dari salah satu materi Orientasi Komunitas Ibu Profesional, saya disadarkan bahwa saya harus merevisi tujuan saya untuk bergabung; saya nggak boleh hanya mengharapkan pemberian dan hanya ingin menerima saja, tapi juga harus memberi karena konsepnya bukan take and give tetapi give and given. Di titik ini saya mulai kembali melihat diri saya yang dulu lagi; perempuan yang penuh semangat menghadapi hari dengan agenda padat yang membuatnya selalu 'sehat' karena nggak punya waktu luang untuk memusingkan hal-hal yang nggak perlu.
Saat ini, setelah melewati beberapa proses dan materi, saya mulai menemukan petunjuk arah yang selama ini saya cari. Kalau sebelumnya saya mengikuti ini untuk mencari 'suaka' untuk menyibukkan diri, sekarang saya sudah mengubah mindset bahwa tujuan saya mengikuti ini adalah sebagai bentuk ketaatan kepada Allah dengan cara memperbaiki kualitas diri, untuk kemudian saya bisa lebih banyak berbagi kebermanfaatan diri.
Meski cukup berat bagi saya menyisihkan waktu untuk sekadar membuka grup di FB dan membaca ratusan chat di WA, tapi saya tetap akan menjalankannya dengan bahagia. Keluar dari zona nyaman memang melelahkan, tapi saya yakin tidak ada usaha yang mengkhianati hasil. Bismillah :)
Comments
Post a Comment