Kunjungan ke DSA Konsultan Nutrisi (Finally!)
Hi! Di post ini saya mau cerita tentang pengalaman pertama saya ke DSA konsultan nutrisi atau kadang kita sebut subspesialis gizi. Disclaimer: hasil konsul bisa jadi berbeda antara anak satu dengan anak lainnya, dan DSA satu dengan DSA lainnya. Nanti di akhir saya jelasin yah maksudnya.
Jadi ceritanya, anak saya Rania sudah 2 bulan nggak naik berat badannya dan selalu mingkem tiap saya suapi makanan. Dia maunya makan sendiri, tapi itu pun lamaaaa banget dan berakhir bosan padahal makannya baru sedikit. Macam-macam resep anti GTM sudah saya coba, mulai dari yang biasa sampai yang bikinnya perlu effort ekstra. Sudah disesuaikan juga dengan taste yang Rania suka, tapi makanan-makanan enak itu tetap berakhir di perut emaknya.
Awalnya sedih, emosi, sampai akhirnya saya mulai terbiasa dan jadi legowo sama gaya makannya yang cimit-cimit itu. Tiap hari saya berikan makanan finger food , kadang all in one dish, dan terserah dia mau makan atau enggak. Dimakan ya syukur, enggak pun yah...saya nggak mau ambil pusing, sambil afirmasi kalau dia akan makan saat badannya butuh.
Long story short, hasil timbang di posyandu bikin saya pingin beli dan sumbang timbangan baru supaya yakin kalau timbangannya masih bagus dan hasilnya tepat. Jarum timbangan menunjuk ke angka yang bikin jiwa saya terguncang karena ya masa sih bukannya naik malah turun 100gr?! Padahal saya dan suami kalau gendong udah makin cepat pegal. Kali ini saya nggak bisa nenangin diri lagi dengan kalimat hiburan seperti 'yang penting sehat' atau 'yang penting aktif'. Meskipun secara kurva masih normal, di aplikasi PrimaKu juga masih tertulis 'Gizi Baik', tapi entah kenapa hati saya nggak tenang.
Setelah mencari info sana-sini alias Googling, akhirnya saya putuskan untuk ketemu dengan dokter spesialis anak subspesialisasi gizi di RS Permata Cibubur, Dr. dr. Tinuk Agung Meilany, Sp.A(K).
Di dalam ruang dokter...
First impression, Dr. Tinuk tampak sudah cukup senior dan sangat sigap memeriksa kondisi tubuh Rania. Beliau kemudian langsung memberondong saya dengan pertanyaan seputar berat lahir, tinggi lahir, menu MPASI yang saya berikan, cara pemberian makanan, dll. dkk. Dan hasilnya adalah...
First impression, Dr. Tinuk tampak sudah cukup senior dan sangat sigap memeriksa kondisi tubuh Rania. Beliau kemudian langsung memberondong saya dengan pertanyaan seputar berat lahir, tinggi lahir, menu MPASI yang saya berikan, cara pemberian makanan, dll. dkk. Dan hasilnya adalah...
1. Berat badan Rania kurang 1,5kg dari yang seharusnya. Menurut Dr. Tinuk, berat badan di usia 12 bulan seharusnya 3x berat lahir. Kalau enggak? Khawatir stunting atau kerdil alias gagal tumbuh. Saya dari awal memang takut banget sama istilah gagal tumbuh ini, karena nggak cuma berpengaruh secara fisik tapi juga ke kecerdasan otaknya kelak. Tapi acuan stunting nggak cuma berat badan toh? Betul. Status stunting sebetulnya akan lebih terlihat di tinggi badan anak. Alhamdulillah tinggi badan Rania sangat bagus dan sesuai target di usianya. Tapi, meski tingginya normal sesuai target pertumbuhan, berat badan yang kurang ini kelak bisa 'memakan' pertumbuhan tingginya. Selain itu, kekurangan berat badan juga bisa menyebabkan perkembangan motorik anak melambat. Begitu menurut beliau.
2. Komposisi menu MPASI Rania harus diganti. Saya selalu mengusahakan menu sehat seimbang alias 4⭐ dan ternyata dalam situasi seperti ini kurang tepat. Begini rinciannya:
⭐Karbo: Nasi merah/Kentang/Roti diganti menjadi Nasi putih/Kentang.
Alasannya, nasi merah lebih sulit dicerna oleh tubuh dibandingkan nasi putih (makanya kalau kita diet disarankan makan nasi merah), apalagi pada bayi, makan nasi merah nggak akan memberikan manfaat lain selain kenyang lebih lama dan feses yang jadi banyak. Sedangkan roti di Indonesia jarang sekali yang memiliki kualitas baik, jadi yang paling baik adalah kentang karena paling mudah dicerna oleh bayi.
⭐Protein hewani: Ikan/Ayam/Telur/Daging diganti menjadi 150-200gr daging merah DAN telur.
Dr. Tinuk bilang, ikan itu melangsingkan, ayam juga nggak terlalu banyak memberi efek untuk pertumbuhan badan anak. Pun zat besi yang terkandung dalam ikan dan ayam nggak adekuat. Kalau prohenya hanya ikan atau ayam, ya nggak cukup. Yang paling baik adalah daging merah. Katanya, di Eropa dan Amerika, anak-anak itu makanan wajib sehari-harinya adalah daging merah. Mereka menghabiskan 150gr sampai 500gr daging per hari, tergantung usianya. Makanya, angka stunting di sana nggak tinggi kayak di Indonesia.
⭐Protein nabati: Tahu/tempe untuk sementara ini diganti menjadi 2 butir telur ayam atau 6 butir telur puyuh.
Beliau bilang, lebih baik diganti telur karena tahu tempe nggak akan berefek signifikan ke peningkatan berat badan. Nah, sekalian saya tanya, katanya telur puyuh itu booster berat badan, betul nggak? Beliau nggak jawab iya atau enggak sih, beliau cuma bilang kalau telur ayam lebih mudah dicerna oleh tubuh. Ok sip.
⭐Sayuran: diberikan sedikit saja, karena sayuran sebenarnya nggak sewajib itu untuk bayi, jadi diberikan hanya untuk pengenalan rasa. Lagipula, tubuh anak nggak butuh banyak serat, karena serat bersifat mengikat zat lainnya yang banyak dibutuhkan untuk pertumbuhan, lemak misalnya. Jadi kalau pas anak lagi makan trus ada yang tanya "kok anaknya makan sayurnya sedikit?" new mom ini nggak perlu sedih atau bingung lagi deh karena udah tahu jawabannya
⭐Karbo: Nasi merah/Kentang/Roti diganti menjadi Nasi putih/Kentang.
Alasannya, nasi merah lebih sulit dicerna oleh tubuh dibandingkan nasi putih (makanya kalau kita diet disarankan makan nasi merah), apalagi pada bayi, makan nasi merah nggak akan memberikan manfaat lain selain kenyang lebih lama dan feses yang jadi banyak. Sedangkan roti di Indonesia jarang sekali yang memiliki kualitas baik, jadi yang paling baik adalah kentang karena paling mudah dicerna oleh bayi.
⭐Protein hewani: Ikan/Ayam/Telur/Daging diganti menjadi 150-200gr daging merah DAN telur.
Dr. Tinuk bilang, ikan itu melangsingkan, ayam juga nggak terlalu banyak memberi efek untuk pertumbuhan badan anak. Pun zat besi yang terkandung dalam ikan dan ayam nggak adekuat. Kalau prohenya hanya ikan atau ayam, ya nggak cukup. Yang paling baik adalah daging merah. Katanya, di Eropa dan Amerika, anak-anak itu makanan wajib sehari-harinya adalah daging merah. Mereka menghabiskan 150gr sampai 500gr daging per hari, tergantung usianya. Makanya, angka stunting di sana nggak tinggi kayak di Indonesia.
⭐Protein nabati: Tahu/tempe untuk sementara ini diganti menjadi 2 butir telur ayam atau 6 butir telur puyuh.
Beliau bilang, lebih baik diganti telur karena tahu tempe nggak akan berefek signifikan ke peningkatan berat badan. Nah, sekalian saya tanya, katanya telur puyuh itu booster berat badan, betul nggak? Beliau nggak jawab iya atau enggak sih, beliau cuma bilang kalau telur ayam lebih mudah dicerna oleh tubuh. Ok sip.
⭐Sayuran: diberikan sedikit saja, karena sayuran sebenarnya nggak sewajib itu untuk bayi, jadi diberikan hanya untuk pengenalan rasa. Lagipula, tubuh anak nggak butuh banyak serat, karena serat bersifat mengikat zat lainnya yang banyak dibutuhkan untuk pertumbuhan, lemak misalnya. Jadi kalau pas anak lagi makan trus ada yang tanya "kok anaknya makan sayurnya sedikit?" new mom ini nggak perlu sedih atau bingung lagi deh karena udah tahu jawabannya
Kemudian beliau menggambarkan jumlah asupan yang harus saya berikan kepada Rania dalam sehari. Isinya adalah 55% Karbohidrat, 25% daging merah, dan 20% campuran antara 2 butir telur dan sayuran.
"Tapi Dok, Rania nggak suka daging. Makanya saya kasih ikan karena ikan bisa dibuat fillet atau nugget alias finger food."
Dengan tenang beliau menjawab, awalnya mungkin nggak suka, tapi kalau setiap hari diberikan daging, pasti lama kelamaan daging jadi makanan favoritnya. Beliau bilang, "kelak kalau Rania ulang tahun, dia pasti akan minta birthday dinner di steakhouse karena suka sekali makan daging." What an optimist!
3. Cara pemberian makanan harus diganti.
Selama ini saya menerapkan metode BLW karena Rania susah sekali disuapi tapi semangat kalau makan sendiri. Dr. Tinuk menganjurkan saya untuk tetap menyuapi Rania sambil memberikan finger food untuk dia pegang. Intinya sih responsive feeding, fokus pada makanan. Tanpa tv, tanpa mainan, tanpa hp (termasuk emaknya juga nggak boleh sambil main hp). Waktu makan juga harus disiplin dan ada limit-nya. Jadi, dalam waktu yang sangat terbatas itu, saya harus memaksimalkan kualitas dan kuantitas makannya.
Selama ini saya menerapkan metode BLW karena Rania susah sekali disuapi tapi semangat kalau makan sendiri. Dr. Tinuk menganjurkan saya untuk tetap menyuapi Rania sambil memberikan finger food untuk dia pegang. Intinya sih responsive feeding, fokus pada makanan. Tanpa tv, tanpa mainan, tanpa hp (termasuk emaknya juga nggak boleh sambil main hp). Waktu makan juga harus disiplin dan ada limit-nya. Jadi, dalam waktu yang sangat terbatas itu, saya harus memaksimalkan kualitas dan kuantitas makannya.
4. Rania harus minum susu tambahan untuk mengejar ketertinggalan berat badannya. Sebut saja namanya Nutrinidrink. Dr. Tinuk bilang, susu ini adalah shortcut supaya bisa mengejar angka 1kg dalam 1 bulan. Target yang sungguh menguras tenaga dan pikiran karena semua orang juga tahu kalau menaikkan berat badan bayi di atas 6 bulan nggak semudah dan sebesar bayi-bayi di bawah 6 bulan, apalagi bocah 1 tahun yang sudah doyan main dan geraknya sangat aktif. Tapi konon katanya di dunia ini nggak ada yang nggak mungkin ya, jadi saya pikir nggak ada salahnya ikhtiar pakai susu nutrisi ini.
"Nggak ASI 2 tahun dong anaknya?" adalah pertanyaan klasik yang sempat membayang-bayangi pikiran saya. Saya sudah menyiapkan hati untuk menerima dan menanggapi persoalan ini. ASI 2 tahun memang perintah Allah, ditambah lagi ada semacam pride kalau berhasil menyusui 2 tahun tanpa ada tambahan susu formula. Tapi, bukan lantas kita mengorbankan pertumbuhan anak demi pride kan? Saya yakin ketetapan Allah pun sangat fleksibel dalam hal ini. Karena dalam case Rania, minum susu tambahan adalah salah satu bentuk ikhtiar untuk mengoptimalkan pertumbuhannya. Lagipula, bukan berarti saya stop menyusui sama sekali, hanya menambahkan saja dan tetap memberikan ASI. Tapi tentu kalau kelak ada yang nanya saya nggak akan jawab dengan penjelasan panjang lebar seperti ini, cukup dengan senyum atau jawaban basa-basi saja. Kenapa? Capek, Sist!
5. Selain susu nutrisi, Rania diresepkan 3 macam vitamin, yaitu puyer racikan (yang berisi asam folat, vitamin B12, dan vitamin E), probiotik, dan Imunped (komposisinya zinc dan vitamin C). Tapi dengan beberapa pertimbangan saya akhirnya yang Rania konsumsi hanya puyer dan probiotik saja, meski semua resepnya sudah saya tebus
Dari apa yang dipaparkan Dr. Tinuk, saya optimis kalau saya bisa memperbaiki gizi Rania dan mengejar kekurangan berat badannya. Penjelasan yang padat dari Dr. Tinuk bikin saya pulang dari RS dengan perasaan campur aduk; sedih karena ternyata saya melakukan banyak kesalahan, tapi senang ada kesempatan memperbaiki sebelum terlambat. Rasanya kayak dapat challenge yang bikin deg-degan tapi excited karena optimis. Otak saya kayak dapat infus dari pengetahuan-pengetahuan baru, jadi segar dan bertenaga. Saya begitu bersemangat untuk memperbaiki kualitas pengasuhan untuk Rania. Tapi jujur, saya nggak kebayang harus mulai dari mana...
Di rumah...
Saya mulai memberi Rania vitamin-vitamin yang diberikan, menu makanan dan cara makan sesuai yang dianjurkan, plus Nutrinidrink yang diresepkan oleh Dr. Tinuk. Bagaimanakah respon Rania?
Saya mulai memberi Rania vitamin-vitamin yang diberikan, menu makanan dan cara makan sesuai yang dianjurkan, plus Nutrinidrink yang diresepkan oleh Dr. Tinuk. Bagaimanakah respon Rania?
Vitamin? Sebagian kecil berhasil ditelan dan sisanya disembur. Responsive feeding berhasil? Alhamdulillah masih aman terkendali. Menu makanan diterima dengan baik? Iya, tapi dengan porsi yang masih belum adekuat. Yang terakhir, Nutrinidrink. Gimana responnya? Awalnya sih kelihatan doyan, sekali minum langsung habis hampir setengah botol. Tapi... 5 menit kemudian Rania muntah 😢 dan sejak saat itu dia seperti trauma, bahkan dengan botol minum yang saya gunakan untuk minum Nutrinidrink. Saya coba juga semua varian rasanya dan hasilnya tetap sama: ditolak.
Di hari-hari selanjutnya tetap saya coba meski kejadiannya selalu sama; vitamin dilepeh, Nutrinidrink ditolak, tapi alhamdulillah semakin hari makannya semakin banyak dan lebih mudah. Setelah trial error beberapa hari, akhirnya ketemu juga kuncinya: harus ada 'pemberitahuan' kalau kita akan makan (dan dia harus mengangguk setuju dulu), makan di high chair, dan pakai kuah yang gurih. Soal Nutrinidrink, karena nggak mau diminum langsung akhirnya saya siasati dengan bikin pancake pakai susu itu. Responnya? Lahap! Alhamdulillah wa syukurillaah..
Nah sekarang saya mau cerita soal GTM dan dokter.
Sejak kapan Rania GTM? Separah apa sih?
Rania mulai susah makan dari usia 9 bulan. Makin hari makin picky, dan akhirnya di usia 11 bulan mulai bisa menolak makan seharian. Seharian? Iya, seharian penuh. Dan frekuensinya dalam seminggu bisa 4-5 kali. Saya awalnya stress banget, tapi lama kelamaan mulai terbiasa. Bahkan di usia 11 bulan saya cukup 'nyess' melihat angka timbangan Rania di Posyandu; nggak naik dari bulan sebelumnya. Tapi saya cuma bisa elus dada sambil berdoa semoga bulan depan ada perbaikan.
Rania mulai susah makan dari usia 9 bulan. Makin hari makin picky, dan akhirnya di usia 11 bulan mulai bisa menolak makan seharian. Seharian? Iya, seharian penuh. Dan frekuensinya dalam seminggu bisa 4-5 kali. Saya awalnya stress banget, tapi lama kelamaan mulai terbiasa. Bahkan di usia 11 bulan saya cukup 'nyess' melihat angka timbangan Rania di Posyandu; nggak naik dari bulan sebelumnya. Tapi saya cuma bisa elus dada sambil berdoa semoga bulan depan ada perbaikan.
Kenapa baru ke dokter sekarang?
Karena saya berpegangan pada grafik pertumbuhan dan aplikasi PrimaKu. Selama di grafik beratnya masih di garis normal dan di aplikasi juga masih dikategorikan gizi baik, saya masih bisa tenang. Tapi puncaknya di usia 12 bulan, angka timbangannya nggak naik lagi dan bahkan turun 100 gram! Saya panik dong, karena di buku KIA tertulis 'Jika berat badan tidak naik berturut-turut selama 2 bulan, segera hubungi petugas kesehatan' meskipun di grafik dan aplikasi statusnya masih aman. Saya juga rutin konsul pada dr. Apin–dokter anak langganan Rania, dan di pertemuan terakhir (usia 10 bulan) menurut beliau masih belum ada yang perlu dikhawatirkan karena Rania masih tumbuh normal, meski beratnya ringan.
Karena saya berpegangan pada grafik pertumbuhan dan aplikasi PrimaKu. Selama di grafik beratnya masih di garis normal dan di aplikasi juga masih dikategorikan gizi baik, saya masih bisa tenang. Tapi puncaknya di usia 12 bulan, angka timbangannya nggak naik lagi dan bahkan turun 100 gram! Saya panik dong, karena di buku KIA tertulis 'Jika berat badan tidak naik berturut-turut selama 2 bulan, segera hubungi petugas kesehatan' meskipun di grafik dan aplikasi statusnya masih aman. Saya juga rutin konsul pada dr. Apin–dokter anak langganan Rania, dan di pertemuan terakhir (usia 10 bulan) menurut beliau masih belum ada yang perlu dikhawatirkan karena Rania masih tumbuh normal, meski beratnya ringan.
Qadarullah saat panik pasca timbang di Posyandu, saya reservasi untuk konsul dengan dr. Apin tapi antriannya sudah 2 minggu panjangnya. Akhirnya kami ke dokter yang available dan praktek di RS dekat rumah karena saya terlalu overthinking khawatir stunting, saya butuh diterangkan (dan ditenangkan.) Ketemulah kami dengan Dr. Tinuk yang ternyata menggunakan 'mahzab' yang berbeda dengan yang selama ini kami anut.
(Hampir) Tiap DSA itu Berbeda
Sejak punya anak dan beberapa kali berganti dokter anak, saya jadi sadar kalau dokter anak itu banyak banget dan most of them memakai 'kacamata' yang berbeda-beda dalam menangani pasien. Ada yang sangat mudah memberikan diagnosis plus obat-obatannya, ada yang sebisa mungkin nggak ngasih oleh-oleh resep obat kalau nggak diperlukan, ada yang style-nya to the point dan bikin ortu panik, ada juga yang lebih suka menenangkan ortu. Seperti manusia biasa, mereka dengan caranya masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan, menurut saya.
Sejak punya anak dan beberapa kali berganti dokter anak, saya jadi sadar kalau dokter anak itu banyak banget dan most of them memakai 'kacamata' yang berbeda-beda dalam menangani pasien. Ada yang sangat mudah memberikan diagnosis plus obat-obatannya, ada yang sebisa mungkin nggak ngasih oleh-oleh resep obat kalau nggak diperlukan, ada yang style-nya to the point dan bikin ortu panik, ada juga yang lebih suka menenangkan ortu. Seperti manusia biasa, mereka dengan caranya masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan, menurut saya.
Kali ini saya nggak mau judgmental tentang pendapat dr. Apin dan Dr. Tinuk, mana yang benar dan mana yang kurang benar, meski pendapat mereka berseberangan dan pasti ada yang paling benar. Kalau menurut Dr. Tinuk berat badan anak 1 tahun harus 3x berat lahir, menurut dr. Apin teori tersebut sudah obsolete alias jadul dan nggak relevan lagi. Soal menu isi piring pun pendapat mereka berbeda. Menurut dr. Apin, anak butuh banyak serat juga, berkebalikan dengan pendapat Dr. Tinuk. Tapi yang ada di pikiran saya, they both are experts and knowing what they said. Bagi saya, mereka sudah melakukan tugas mereka dengan sangat baik dan selanjutnya adalah giliran saya untuk menentukan keputusan apa yang saya ambil untuk Rania; pakai insting ibu.
Akhirnya saya menggabungkan pendapat keduanya; saya memutuskan untuk tetap berusaha mengejar gram demi gram berat badan Rania, tapi dengan hati yang lebih tenang karena dalam mind set saya terpasang statement kalau berat badan Rania normal dan ia sangat sehat, saya hanya ingin badannya lebih 'berisi' saja. Jadi saya menerima challenge untuk menaikkan berat badan Rania, tapi nggak ngoyo. Serius tapi santai, begitu lah kira-kira. Biar bagaimana pun, mother knows best, kan?
•••
Kalau boleh saya summary-kan, poin penting dari cerita saya yang (ke) panjang (an) ini adalah:
Kalau boleh saya summary-kan, poin penting dari cerita saya yang (ke) panjang (an) ini adalah:
Sebagai orang tua terutama ibu, kita nggak boleh panikan. Panik boleh, tapi panikan is a big NO. Nah, cara supaya nggak panikan ya harus dengan terus update ilmu pengetahuan, khususnya seputar parenting dan kesehatan keluarga. Semata-mata supaya kita bisa memastikan kalau semuanya keep on track dan tahu apa yang harus dilakukan. Selanjutnya adalah supaya pikiran dan perasaan kita nggak mudah terombang-ambing oleh kalimat dan komentar dari orang lain tentang anak kita, baik itu tetangga, orang tua/mertua, teman, atau bahkan dokter sekalipun. Dan yang terakhir namun terpenting, supaya kita bisa memberikan yang terbaik untuk keluarga kita, khususnya anak-anak.
Anyway, sebagai anggota barisan Mama Ambisius, saya jadi penasaran hasil challenge-nya. Can't wait for the Posyandu day! 😆
Aslm mom, maaf mom mau tanya saya juga rencana mau konsul ke dr tinuk. Kasus anak saya mirip dengan rania. Kalau boleh info kemarin total biaya ke dokter termasuk vitaminnya brp ya mom? Tks sebelumnya ya :)
ReplyDeletesma Kayak anakku.. Qodarullah sama dr Liez d rujuk ke dr Tinuk . . Ramahka dokternya mom? Soalnya ada yg ngasih tau kurang sreg?
ReplyDeletembak biaya konsul ke dr tinuk berapa ya ?
ReplyDeleteMaasyaa allah mom makasih banyak sharingnya, huhu merasa terbantu bgt. Skrg aku juga lagi di posisi bb anak turun bgt. Sedih tapi harus tetep berjuang
ReplyDeleteMom mau tanya, daging itu kan alot yaa walaupun udh aku rebus masak yg lama. Anaknya mau dimakan yaa mom? Ga dilepeh?
ReplyDeleteWaktu itu aku pake daging iga mom, dimasak sampai empuuuuk bgt baru anakku mau. Kalo skrg mulai tambah daging US Shortplate mom, empuk dan gurih juga jadi ga dilepeh.
DeleteHai mom, coba dibuat gadon daging sapi. Dagingnya bisa diblender dulu dan pilih daging has dalam, insya allah anak bisa makan..
Delete